Hati-hati dengan Ucapanmu

Sumber ilustrasi: Freepik
 
Suatu hari ketika saya dan suami sedang melihat-lihat stroller bayi, suami saya nyeletuk, "Gimana rasanya ya naik stroller? Aku pengen nyobain ih." Lalu saya menimpalinya dengan asal, "Yakali kamu mau naik stroller. Naik kursi roda aja atuh, sama kok rasanya." Suami saya langsung menegur, "Hush, sembarangan ih kalau ngomong."

Dan saya menyesal pernah bicara sembarangan. 😓

Beberapa minggu kemudian, suami saya benar-benar merasakan yang namanya naik kursi roda. 😢 Syukur alhamdulillah bukan karena sakit yang gimana-gimana, tapi memang prosedur rumah sakit mengharuskan pasien untuk naik kursi roda dari IGD ke kamar rawat inap. Ketika saya melihat suami duduk di kursi roda dengan wajah yang jauh dari sumringah, saat itu juga saya menyesal pernah menyuruhnya duduk di kursi roda. 😥 Ya Allah, bukan ini yang saya maksud.... 😭

Tiga hari pasca suami saya keluar dari rumah sakit, keadaannya belum terlalu membaik. Malah bisa dibilang kondisinya semakin drop karena suhu tubuhnya naik turun setiap habis minum obat. Entah apakah ini efek samping dari obat oral yang diresepkan oleh dokter. Sebenarnya obat yang diberikan selama di rumah sakit lewat injeksi sama saja dengan obat oral yang diberikan begitu suami saya dibolehkan pulang. Selama di rumah sakit suami saya hanya mengalami ketidaknyamanan sesaat setelah obat disuntikkan. Di luar itu, suhu tubuhnya selalu normal, begitu pula dengan tekanan darah dan gula darahnya. Rasanya nggak tega banget lihat suami saya yang biasanya aktif dan pecicilan hanya bisa tertidur lemas di kasur hampir sepanjang hari. 😢

Iya, saya menyalahkan diri saya sendiri atas musibah yang menimpa suami saya. Entah berapa kali saya nangis dan minta maaf, mohon ampun karena sebagai istri nggak bisa menjaga ucapan dengan baik. Suami saya malah membesarkan hati saya, dan mengingatkan supaya musibah kali ini dijadikan bahan pembelajaran serta introspeksi diri.

Semoga kita nggak pernah lupa untuk selalu bersyukur atas nikmat sehat yang diberikan Allah Swt. Semakin dewasa semakin saya menyadari bahwa ucapan "Semoga panjang umur dan sehat selalu" adalah doa yang sangat dalam dan indah. Nggak ada yang lebih saya harapkan selain melihat orang-orang tersayang untuk selalu diberi kesehatan dan umur yang panjang. Aamiin ya rabbal 'aalamiin....
Share:

Sehat itu Murah, Sakit yang Mahal

Akhirnya saya ngerasain sendiri yang namanya pelayanan rumah sakit untuk pasien BPJS itu masih jauh dari standar. Selama ini cuma baca-baca pengalaman orang dan cuma bisa membatin, semoga kalau nanti saya terpaksa harus berurusan sama BPJS saya sedikit lebih beruntung. Ternyata, ngga semudah itu, Marimar ~ 💁🙃

Hari Sabtu, 5 Januari 2019 saya nganter suami ke Rumah Sakit F untuk periksa ke dokter spesialis mata, sebelumnya udah ngikutin prosedur dari faskes tingkat 1 dan diminta datang tepat waktu karena dokternya hanya tersedia dari pukul 12.00-16.00 WIB. Sampai di sana jam 12 kurang, dapat jawaban kalau dokternya cuti sampai tanggal 7 Januari 2019. 🙃 Baiklah, ternyata nggak ada sinkronisasi antara faskes tingkat 1 dengan rumah sakit rujukan. Mau nunggu sampai hari Senin pun nggak tega, suami udah struggling sama matanya yang sakit lebih dari seminggu. Akhirnya kami putar haluan ke Bogor Eye Center yang terafiliasi dengan RS Bina Husada. Ngga apa-apa lewat jalur umum juga, yang penting kami ketemu dokter hari itu juga.

Di Bogor Eye Center kami baru dipanggil sama dokter sekitar pukul 15.30, hasilnya ternyata bukan cuma silinder & minus biasa, tapi juga ada radang syaraf mata. Itu sebabnya suami saya kesakitan dan sempet nunjukin gejala kayak mau kena flu tapi lebih parah. Dokter bilang dia harus rawat inap dan dikasih obat injeksi selama 3 hari. 😔 Bingung dong, RS Bina Husada termasuk 1 dari banyak rumah sakit di Bogor yang berhenti kerjasama dengan BPJS per tanggal 2 Januari 2019. Seandainya nggak berhenti, kami bisa langsung rawat inap di sana lewat IGD. Dokter akhirnya ngasih surat rujukan, kami dipersilakan pindah ke rumah sakit mana pun yang kerjasama dengan BPJS, lengkap dengan tindakan & dosis obat yang harus diberikan. Dia tau akhir pekan gini pasti nggak ada dokter spesialis mata yang standby di IGD. Baiklah, pencarian rumah sakit pun dimulai ~ 💆

Tujuan pertama kami balik lagi ke Rumah Sakit F, tapi malah ditolak di bagian pendaftaran IGD dengan alasan dokter spesialis matanya nggak ada. Padahal kan yaa dalam surat rujukan itu udah tertulis dengan detail apa yang harus dilakukan. Mau protes tapi... ya udahlah. Hemat energinya buk, hari masih panjang. 💆 Saya menghubungi sekitar 3 rumah sakit terdekat via telepon, dan semua nggak membuahkan hasil. Rata-rata jawabannya kamar rawat inap penuh sebagai imbas dari dihentikannya kerjasama BPJS dengan beberapa rumah sakit, jadi mereka kebanjiran pasien rujukan dari rumah sakit lain. Kami pun memperluas daerah pencarian dan menghubungi Rumah Sakit M yang lokasinya di kota Bogor, lumayan jauh dari rumah kami. Jawaban di telepon cukup melegakan, kami diminta datang langsung membawa surat rujukan, biar nanti dokter jaga yang memutuskan. Singkat cerita, kami sampai di sana sekitar pukul 19.00 dan akhirnya dapat kamar malam itu juga. Suami saya langsung dapat injeksi obat sesuai arahan dokter mata dari Bogor Eye Center.


Keluhan-keluhan kecil yang kami rasakan selama di rumah sakit, banyak yang kami kesampingkan. Kalau mau dicatat semua di sini, mungkin daftarnya panjaaaaang banget. Tapi yaudahlah, kami tahan-tahanin sampai akhirnya, hari Senin terlewati begitu aja tanpa suami saya diperiksa sekalipun sama dokter spesialis mata. Seharian saya bolak-balik ke meja perawat, ke bagian poli mata, dan ke bagian informasi juga, minta kejelasan kapan suami saya diperiksa, jawabannya plintat plintut kayak kentut. 🤦 Nggak ada yang bisa kasih jawaban jelas, cuma bilang, "Hari ini kok, tapi jam kunjungannya nggak tentu tergantung dokternya." Pas saya udah pulang, suami saya ngasih kabar habis Maghrib, kalau dokter jaga umum visit lagi, cuma bisa bilang, "Maaf dokter spesialis matanya kelewat, jadi baru bisa periksa besok." 🙃

Kelewat.

KELEWAT.

KELEWAT CUY!

HHHHHH..... Tarik nafas dalam-dalam ~ bumil nggak bole maramara ~ 💆💆💆

Hari Selasa, 9 Januari 2019 saya datang lagi ke rumah sakit dan kali ini lebih bawel sama perawat. Saya tanya kapan kira-kira dokter spesialisnya bakalan visit? Perawat bilang jadwal visit-nya sore nanti setelah poli selesai, dan hari ini mereka udah menghubungi sang dokter untuk memastikan nggak ada pasien yang terlewat lagi. Sekitar pukul 6 sore, dokter yang ditunggu-tunggu datang juga, dengan pemeriksaan ala kadarnya yang nggak sampai 5 menit. 💆🙃 Apakah suami saya dikasih obat tetes mata untuk melebarkan pupil supaya dokter bisa melihat lebih jelas ke bagian belakang mata? Engga. Apakah suami saya diajak ke dalam ruangan poli untuk diperiksa lebih rinci dengan alat-alat yang memadai? Engga. Apakah suami saya diperiksa ulang ukuran minus atau silindernya? Engga. Cuma diperiksa seadanya lalu disuruh pulang. That's it. 🙃

Sudahlah, kami sudah sangat lelah dan terlanjur kecewa dengan pelayanan di Rumah Sakit M ini. Begitu mendengar keputusan dokter bahwa suami saya boleh pulang, kami cuma pengen buru-buru pergi dari situ. Kalau memungkinkan, kami ingin kembali lagi ke Bogor Eye Center supaya suami saya diperiksa lagi dengan lebih menyeluruh. 

Sesungguhnya, saya akui memang belum ada asuransi swasta yang value-nya bisa menandingi BPJS. Rata-rata asuransi swasta hanya meng-cover rawat inap (kalau cuma rawat jalan harus rogoh kocek sendiri), itu pun ada buanyaaaaak banget daftar penyakit yang nggak bisa mereka layani. Udahlah biayanya mahal, sebelum apply juga harus medical check up. 🙃

Dan di pagi hari tanggal 8 Januari 2019 saya nonton di berita kalau beberapa rumah sakit yang sempat berhenti kerjasama dengan BPJS, per tanggal 7 Januari 2019 udah kembali melayani pasien BPJS seperti biasa. Salah satunya, ya RS Bina Husada itu. 💆🙃 Nggak, saya nggak nyalahin siapa-siapa kok. Dibawa ketawa aja, anggap aja lagi kena prank. 😂 Saya bersyukur malah di Bogor Eye Center ketemu sama dr. Leni yang baik banget dan kooperatif. Nggak maksa kami untuk opname di sana, malah menganjurkan untuk cari rumah sakit lain dengan surat rujukan yang lengkap banget.

Sejujurnya saya pengeeeeen banget program pemerintah ini berjalan dengan sukses. Terlepas dari banyaknya kasus, belum lagi setiap tahun menderita kerugian, saya tahu masih banyak yang harus diperbaiki dari sistem BPJS ini. Jadi saya cuma bisa berdoa, semoga saya beserta keluarga dan teman-teman selalu diberi kesehatan dan nggak perlu menggunakan layanan BPJS lagi. Cukup kita bantu support dengan bayar iuran rutin setiap bulan aja, nggak usah jadi pasien ya, sembari berharap sistem BPJS terus mengalami perbaikan ke depannya. Aamiin....


GWS baby... 💓

Share: