Pengalaman Sunat Bayi di Omah Sunat: Pagi Sunat Sore Main Kuy!

Halo, akhirnya setelah berbulan-bulan saya baru punya waktu lagi untuk nulis di blog. Maaf kalau hiatusnya kelamaan. 😅 Sebenarnya ada banyak draft tulisan yang saya buat, tapi nggak ada satu pun yang berhasil saya selesaikan. Jadi saya bertekad untuk yang satu ini, harus berhasil saya tulis.

Jadi, jauh sebelum saya melahirkan, saya udah berniat mau menyunat anak laki-laki kami saat ia masih bayi. Saya juga udah berdiskusi dengan suami dan ia pun setuju, karena berdasarkan hasil riset kecil-kecilan kami menemukan bahwa lebih banyak manfaat yang didapat dari menyunat saat bayi. Tapi ketika anaknya udah lahir ke dunia, ealah kok nggak tega. 🤦🏻‍♀️🤣 Padahal kami udah tau bahwa waktu optimal menyunat bayi itu saat periode neonatus. Tapi kami malah menunda-nunda dengan alasan nggak tega. Waktu terus bergulir dan nggak kerasa anak kami udah bisa berguling dan merangkak. Barulah kami ketar-ketir takut dia keburu bisa jalan, lari, dan kabuuur.... 🏃‍♂️💨

Dokter Arif dari Omah Sunat saat melakukan tindakan.

Akhirnya setelah mengumpulkan niat, kami memberanikan diri untuk menyunat anak kami. Pilihan pun jatuh pada Omah Sunat, yang merekomendasikan teknik sunat klamp untuk bayi yang setiap hari memakai pospak. Kebetulan teman suami saya, anaknya juga sunat di sana dengan metode klamp dan dia sangat puas dengan hasilnya. Maka kami pun semakin yakin untuk menyunat anak kami di sana.

Saya menghubungi nomor kontak Omah Sunat untuk registrasi dan langsung mendapat jadwal sunat pada hari Minggu, 26 Januari 2020. Tapi kemudian saya melihat pengumuman di Instagram ternyata mereka sedang mengadakan giveaway sunat bayi gratis di tanggal cantik 2 Februari 2020. Hmmm, setelah pikir-pikir nggak ada salahnya mencoba, siapa tau ini rejeki anak kami. 😅 Selain itu kami juga mempertimbangkan kondisi rumah kami yang saat itu sedang direnovasi, khawatir akan mengganggu waktu istirahat anak kami pasca disunat. Kalau kami undur waktu sunatnya ke awal Februari, insya Allah renovasi sudah selesai dan kondisi rumah pun lebih kondusif. Untungnya, pihak Omah Sunat tidak keberatan saya membatalkan pendaftaran sunat. 🙈 Penantian selama seminggu membuahkan hasil, ternyata program giveaway itu sepi peminat, hanya kami satu-satunya yang ikut serta jadi otomatis kami yang memenangkan giveaway tersebut. Alhamdulillah! Rejeki mah nggak kemana. 🤣

Ruang tunggu Omah Sunat yang dilengkapi permainan untuk anak-anak.

Hari Minggu pagi, rombongan pengantar sunat pun tiba di Omah Sunat. Maklum, anak kami cucu pertama dari dua keluarga, makanya kakek neneknya sama-sama protektif. 💆🏻‍♀️😂 Semua ingin menyaksikan dan mendampingi cucu kesayangannya disunat. Dari sekian banyak orang yang mengantar, hanya sedikit yang bertahan di dalam ruang tindakan, sisanya melipir ke luar ruangan karena nggak tega. Saya juga sebenarnya nggak tega, tapi saya berusaha menguatkan diri demi anak saya.

Saya tahu betul, anak saya paling nggak betah ditaruh di atas ranjang asing. Jangankan ranjang operasi, ditaruh sebentar di atas timbangan posyandu aja dia udah nangis kejer. 💆🏻‍♀️ Jadi kebayang kan waktu dia baru dibaringkan di atas ranjang sementara dokter dan asisten dokter bersiap-siap? Tangisannya menggelegar sampai ke lantai bawah. 💆🏻‍♀️😂

Diajak main mobil-mobilan sama Eyang tapi nggak bisa enjoy, sepertinya udah mulai curiga.

Sebelum melakukan tindakan, dokter Arif yang menangani anak kami memeriksa kondisi anak kami terlebih dulu. Dan ternyata, anak kami nggak bisa disunat dengan metode klamp karena dia kegendutan. 😢☹️ Dokter menyarankan jika ingin mendapat hasil maksimal, sebaiknya menggunakan metode laser dan kami pun menyetujuinya. Dokter juga sempat menunjukkan kondisi di balik kulup penisnya yang dipenuhi kotoran. 😢 Aduh, saya pikir selama ini saya udah cukup telaten membersihkan anak saya, tapi ternyata saya masih kecolongan. Entah apa jadinya kalau kami menunda sunat anak kami, mungkin kotoran yang bertumpuk ini bisa menjadi sumber penyakit. 😰

Dokter dan asisten dokter menyiapkan peralatan dan sebagainya kurang lebih selama 10 menit. Dan selama itu pula kami harus menguatkan hati melihat si anak bayi menangis meraung-raung minta digendong. 😢 Jujur aja saya termasuk ibu-ibu yang lumayan tega sama anak. Saya nggak pernah nangis kalau anak saya disuntik saat imunisasi, bahkan saat lidahnya harus diinsisi karena tongue tie pun saya masih tegar. Tapi di dalam ruangan itu rasanya hati saya ambyar. 😢😭 Saya cuma bisa mengusap-usap kepala anak saya sambil memegang tangannya. Beberapa kali saya mencoba melantunkan shalawat di telinganya tapi tangisan saya malah pecah. 😢 Huhuuu, maafin Bunda ya. Kami tau keputusan ini untuk kebaikannya, tapi melihat anak menangis sampai segitunya rasanya tetep aja sulit. 😭

Saya berusaha menghibur sang bos kecil yang menangis minta digendong :')

Setelah melewati menit demi menit yang terasa panjang, anak saya selesai disunat dan langsung ditenangkan oleh neneknya sementara saya dan suami menghadap dokter untuk diberi informasi terkait perawatan pasca sunat. Kami diberi goodie bag yang berisi obat pereda nyeri, antibiotik, salep, spray antiseptik, kasa steril, dan obat tetes. Luka pasca sunat harus dijaga agar kondisinya tetap lembab namun tidak terlalu lembab. Anak kami boleh mandi satu hari setelah disunat tapi tidak boleh berendam, harus diguyur agar tidak terlalu lama kena air.

Terus terang aja kami belum ada persiapan apapun terkait perawatan pasca sunat laser, karena kami memang berencana akan sunat dengan metode klamp, makanya kami cukup kewalahan. Begitu sampai di rumah, anak kami menangis selama tiga jam. 💆🏻‍♀️ Posisi apapun kayaknya salah, udah digendong sama siapapun kayaknya tetep aja nangis. Yaudah lah ya, kuncinya cuma gendong dan sabar. Lama kelamaan ia pun lelah dengan sendirinya, lalu saya susui dan ia tidur sekitar 1 jam. Begitu bangun, anak kami mulai tampak ceria dan kembali bermain seperti biasa. Sisa-sisa rewelnya masih ada sih, tapi udah nggak kayak pas baru banget pulang dari klinik.

Setelah 15 menit menangis, anak kami mulai lelah dan tertidur.

Karena khawatir penisnya sakit kalau terkena gesekan celana, suami saya membeli celana sunat anak-anak yang batoknya dilepas dan dikecilkan sesuai ukuran bayi. Batok itu lalu dipasang di dalam popok, jadi anak kami bisa leluasa bergerak. Cara ini lumayan berhasil sepertinya. Semalaman dia tidur dengan nyenyak, baru terbangun jam setengah 4 pagi dan langsung ngajak main. 💆🏻‍♀️ Padahal saya udah prepare kalau-kalau harus begadang menemani anak bayi yang menangis. 😂

So far, saya sangat puas dengan pelayanan Omah Sunat dan sangat merekomendasikan kepada orangtua yang masih bingung hendak menyunatkan anak mereka di mana. Dokter dan stafnya sangat ramah dan komunikatif, ruang praktiknya pun bersih dan ada permainan anak-anak di ruang tunggu. Sebagai pemenang giveaway sunat bayi di tanggal cantik, saya merasa harus turut serta membangun kesadaran masyarakat tentang berbagai manfaat sunat bayi. Karena saya pun menyadari masih banyak orangtua (terutama kakek dan nenek sih 🙈) yang menentang sunat bayi dengan alasan nggak tega. Tapi bagi saya pribadi, saya malah merasa lebih nggak tega kalau harus menyunat anak saya di usia yang lebih besar, khawatir meninggalkan trauma seperti yang dialami suami saya. Kalau menurut pendapat Dokter Apin yang saya kutip dari website Parentalk, manfaat menyunat saat bayi antara lain: mengurangi resiko infeksi saluran kemih (ISK), melindungi bayi dari resiko infeksi jamur, resiko komplikasi pembedahan lebih rendah, resiko komplikasi bius lebih rendah, prosedur sunat yang lebih mudah, serta mencegah ketakutan disunat di kemudian hari.

Isi goodie bag berupa perlengkapan untuk perawatan pasca sunat

Ketika saya membagikan pengalaman menyunat anak kami yang masih bayi, Instagram saya dipenuhi pertanyaan dari teman-teman yang juga punya anak laki-laki namun belum disunat. Saya berusaha menjawab semampu saya dan memberikan testimoni sejujur-jujurnya. Semoga lebih banyak lagi orangtua yang memiliki kesadaran tentang manfaat menyunat bayi.[]
Share: