DIY Project: Paper Flower For Special Occasion

In the name of penghematan, saya bersedia melakukan banyak hal, termasuk merepotkan diri sendiri. 😅 Kalian sama juga nggak kayak saya? Atau lebih memilih keluar uang lebih asal nggak dibuat repot? Well, semua orang punya preferensinya masing-masing. Ini preferensi saya. 😊

Jadi, bulan Maret tahun ini agak lebih spesial dibanding bulan Maret di tahun-tahun sebelumnya. Ada dua agenda cukup besar yang akan menyita energi dan pikiran saya. Agendanya apa? Ah nanti juga tau. 😝 Untuk menyokong dua agenda tersebut, saya pun membuka DIY Project: Paper Flower For Special Occasion. First of all, I love flowers as much as I hate to pluck them up. Saya suka memotret bunga, mengabadikan keindahannya dalam foto tanpa harus menyakitinya. Itu sebabnya saya nggak suka buket bunga, karangan bunga, atau dekorasi yang menggunakan bunga asli. I just can't. 😢

Karena alasan itulah saya mencari tahu cara membuat bunga dari kertas yang bisa diaplikasikan jadi berbagai bentuk dekorasi maupun buket bunga dengan cara yang nggak susah-susah banget dan bahannya pun nggak susah dicari. Bunga pertama yang saya buat, saya ambil tutorialnya dari blog Muslin & Merlot, super simple deh percobaan pertama langsung bisa. Hihihi...


Di tutorial itu bunganya terdiri dari 5 lembar kelopak, sementara bunga yang saya bikin cuma terdiri dari 4 lembar kelopak. Nggak ada alasan khusus sih simply karena males aja bikin banyak-banyak. Hahaha... Lagipula ternyata dengan 4 kelopak aja hasilnya tetap cantik. Awalnya saya bingung harus pakai material kertas apa, soalnya origami biasa rata-rata cuma satu sisi kan yang berwarna. Keluar masuk beberapa toko ATK dan belum nemu kertas origami dua sisi yang polos, akhirnya saya menyerah. Kebetulan di rumah saya punya sisa kertas Spectra warna pink dan ungu dengan gramatur 80gsm. Wah, lucu nih warnanya, ketebalannya pun pas jadi nggak susah dilipat, dan yang terpenting dua sisi sama-sama berwarna. Saya menggunakan lem tembak untuk menyatukan bunga-bunga ini karena lem tembak teksturnya enak, cepat kering, nggak lengket di tangan tapi kalau udah kering daya rekatnya kuat banget. Kurang lebih kayak gini nih bunga kertas yang saya buat. Masih belum selesai sih karena masih dalam bentuk satuan. Saya masih ngumpulin bahan-bahan lainnya untuk dibuat jadi satu rangkaian utuh. Hehehe...


Rencananya sih saya masih butuh manik-manik buat jadi mata di tengah-tengah bunga, serta kertas fancy yang belum ketemu harus beli di mana buat jadi pembungkusnya. Hmmm, sebetulnya rangkaian DIY project ini masih panjang karena masih ada bunga lain yang mau saya buat tapi kertasnya belum sampai. Iya, buat bikin bunga kertas aja saya beli bahan-bahannya di marketplace, saking nggak ada waktu dan malas keluar masuk toko ATK. 😂 Kalau udah ada perkembangan terbaru dari DIY project ini, pasti segera saya update lagi tulisannya. 👌
Share:

Bikin Kartu Pos Sendiri? Bisa Kok!

Setelah kurang lebih empat bulan jadi anggota Postcrossing, terus terang aja achievement saya terbilang lambat. Statistik kartu pos yang saya kirim baru 9, sedangkan yang saya terima udah 11. Itu pun harus beberapa kali menelan kekecewaan lantaran kartu pos yang saya kirim ada dua buah yang expired. Seperti yang udah pernah saya jelaskan di postingan sebelumnya, di Postcrossing itu setiap kartu pos yang kita terima harus di-register supaya si pengirim bisa dapat kiriman kartu pos balik. Kalau dalam kurun waktu 60 hari si kartu pos nggak di-register, ya udah katakan selamat tinggal pada kiriman kartu pos baliknya. Huhuuu... Saya pun nggak tau kenapa bisa kadaluarsa. Mungkin nggak sampai? Atau udah sampai tapi lupa di-register? Apapun alasannya, yang jelas saya sih nggak kapok untuk tetap berkirim kartu pos ke luar negeri meski selalu ada kemungkinan pahit kayak gitu. Hihihi...

Nah, jadi ceritanya saya mulai kehabisan stok kartu pos yang saya beli lewat Shopee. Saya lihat-lihat lagi kan, pengen nyari desain kartu pos yang lucu-lucu, tapi kok ya nggak ada yang sreg di hati. Lalu saya kepikiran, apa saya cetak sendiri aja? Saya punya cukup banyak stok foto landscape atau foto artistik yang lumayan oke laah untuk dicetak jadi kartu pos. Saya pun mulai menyortir foto mana yang akan saya cetak, lalu menghubungi tempat digital printing langganan saya di Depok. Saya tanyakan berapa estimasi biaya cetaknya, lalu setelah dihitung-hitung ternyata jauh lebih murah ketimbang kalau saya beli kartu pos yang udah jadi! Mulai tergoda nggak nih teman-teman yang punya hobi kirim kartu pos juga kayak saya? Ehehehe... 😝

Sebenernya kalau kalian punya stok foto yang bagus atau ilustrasi dengan resolusi tinggi, gampang banget kok bikin kartu pos sendiri. Gimana caranya? Simak langkah-langkah di bawah ini ya! 😉

Dengan menggunakan software photo editing, crop foto atau ilustrasi kalian sesuai ukuran kartu pos. Ukuran yang dianjurkan 10,5 x 14,8 cm (setara A6) atau 2480 x 1752 pixels dengan resolusi 300 dpi. Kalau saya sih pakai Photoscape aja cukup, tapi kalau punya Photoshop ya monggo lebih baik. Atau kalau mau editing di handphone juga bisa pakai Snapseed yang gratisan tapi nggak mengurangi resolusi gambar jadi ukuran file tetap asli.

Format ukuran kartu pos

Langkah selanjutnya adalah membuat template halaman belakang kartu pos versi landscape dan portrait. Kalau nggak mau ribet bisa sih dibuat seragam semuanya landscape meskipun foto depannya portrait, tapi lebih baik lagi kalau disesuaikan. Nah berikut ini ada template halaman belakang kartu pos yang bisa teman-teman pakai. Biasanya sih, kalau kita mencetak di tempat digital printing sudah termasuk jasa layout juga. Karena mereka yang akan menentukan kertas ukuran apa yang akan digunakan, apakah A4, A3, A2, dst. Hitung-hitungan seperti ini ya berkaitan dengan efisiensi biaya cetak juga. Jadi kita bisa serahkan urusan layout ini ke pihak digital printing. Yang paling penting sih komunikasikan aja gimana maunya kita supaya mereka nggak salah tangkap.

Template halaman belakang kartu pos orientasi landscape

Template halaman belakang kartu pos orientasi portrait

Nah, kalau semuanya udah fix, tinggal mendatangi digital printing terdekat di lokasi kalian. Oiya jangan lupa jelaskan juga pilihan kertasnya ya. Kalau saya sih mencetaknya di art carton, tapi saya lupa menanyakan berapa ukuran gsm-nya. Hasil yang saya dapatkan lumayan tebal sih, tapi saya maunya lebih tebal lagi dari ini, mungkin nanti di batch selanjutnya. Selain itu juga, kalau mau hasil cetaknya lebih bagus teman-teman bisa minta laminasi satu sisi bagian depannya aja. Ada jenis laminasi doff yang nggak terlalu mengkilap (cenderung matte), ada juga jenis laminasi glossy yang mengkilap. Halaman belakang nggak perlu dilaminasi ya, apalagi laminasi glossy, nanti yang ada kalian susah menuliskan alamat dan isi pesannya. Hehehe....

Berapa biaya cetaknya? Nah kalau ini sih balik lagi ke pilihan tempat digital printing yang teman-teman datangi. Kalau digital printing yang saya datangi total biayanya sekitar Rp50.000,- dan mendapatkan 24 lembar kartu pos. Artinya satu kartu pos yang saya cetak cuma mengeluarkan biaya Rp2.000,- aja! Horeeee! Segini saya cetak satuan lho, setiap gambar cuma ada satu lembar aja, karena nggak dicetak massal jadi benar-benar eksklusif. 😝

Nah, ini dia hasilnya sebagian kartu pos saya yang baru diambil dari percetakan tadi pagi. Hasilnya lumayan bagus sih, walaupun ada beberapa foto yang agak muncul noise. Tapi nggak terlalu keliatan kok. Kayaknya kalau nanti stok kartu pos saya kembali menipis, lebih baik saya cetak sendiri lagi deh. Hihihi.... Adakah yang mau postcard swap dengan saya? 😉

Hasil cetak kartu pos di digital printing
Karena menunggu kuota kartu pos yang boleh dikirim dari Postcrossing ini agak lama ya, akhirnya saya membuka galeri Postcard for Swap yang terbuka buat siapa aja. Nggak mesti dari luar negeri, saya juga bersedia tukeran kartu pos dengan teman-teman dari Indonesia. Ditunggu ajakannya ya! Happy Postcrossing! 😉
Share:

Postcard for Swap!

Well, I think this will be the only post that I wrote in English. You can see from my blog that English is not my native language, so please hold up if my tenses and vocabulary is a lil bit messed up. As you can read from the title: YES I OPEN UP POSTCARD FOR SWAP! *cheers* 🍻

Please note that the postcard I'm willing to swap is a printed of my photographs. Well, some of them belongs to my boyfriend, but most of them, I shoot it myself. I printed my photographs using art carton by digital printing. I'm not using any photo paper at all. So even though it was self printed, it has a good quality just like any real postcard. 😉

I am from Indonesia, Southeast Asia. I'm open to do postcard swap to any country, including Indonesia. If there's some trouble to look at my gallery, you can go right to my Flickr Album. I will updating this gallery frequently so you'll be able to see which postcard is still available. If you're interested to do postcard swap please let me know, you can contact me by email putrizkiani@gmail.com or just leave a comment below. Thank you! 😉

Postcard Swap Gallery

 Handwritten letters will never go out of style.
Share:

Open Trip Ke Pulau Harapan


"Ni, pengen mantai nih, nanti Desember aku pulang kita ke pantai ya? Yang deket-deket aja."

Suatu hari di bulan September teman jalan-jalan saya tiba-tiba berkata seperti itu. Saya yang super-impulsif kalau terkait acara jalan-jalan pun langsung menyanggupi. Sekitar bulan November, teman saya kembali menghubungi dan berkata kalau dia akan pulang antara tanggal 2-12 Desember. Kami pun langsung berburu open trip yang melayani rute ke Pulau Harapan, tempat yang kami pilih akan jadi destinasi wisata di akhir tahun ini. Pencarian kami jatuh di Indoribu, dibandingkan open trip lain, harga yang ditawarkan oleh Indoribu termasuk yang termurah dan terlengkap. Rencana semula kami akan pergi berlima, namun seperti halnya merencanakan jalan-jalan yang sering berujung wacana, anggota trip kami pun terus menyusut hingga akhirnya yang tersisa cuma dua orang. Teman jalan saya yang menggagas trip ini malah nggak ikut karena kakaknya melahirkan pada hari H keberangkatan. Hufft, ya sudahlah mau bagaimana lagi? 💆

Kurang lebih kapal ferry yang kami tumpangi seperti ini.
Sebenarnya tulisan ini sudah lama mengendap di draft saya. Sesaat setelah kembali dari Pulau Harapan saya langsung ingin menuangkan pengalaman saya selama di sana tapi entah kenapa rasanya baru dua paragraf sudah mandeg. Akhirnya saya malah mengunggah tulisan lain yang nggak sampai 3 jam sudah kelar ditulis. Saya juga bingung mau menulis dari perspektif mana? Tahapan demi tahapan perjalanan saya 'kah? Atau hal-hal lain yang sifatnya lebih kontemplatif? Karena jujur aja, perjalanan saya ke Pulau Harapan itu cukup sarat akan nilai emosional. #tsah 😂 Tapi karena sebagian besar orang blog-walking tentang tempat wisata rata-rata mencari info seputar lokasi dan hal-hal berbau kearifan lokal, ada baiknya saya mengesampingkan ego saya kali ini dan sharing seputar perjalanannya aja.

So, perjalanan saya ke Pulau Harapan adalah open trip saya yang ketiga, setelah sebelumnya pernah ikut trip ke Pulau Pahawang di Lampung dan trip tiga pulau yang masih di kawasan Kepulauan Seribu. Ekspektasi saya ketika berkumpul di Dermaga Kali Adem, saya akan bertemu dengan puluhan peserta open trip lain serta satu orang pemandu yang akan menemani kami ke Pulau Harapan. Namun ternyata sampai di sana kami hanya bertemu satu orang penghubung yang mengarahkan kami untuk membeli tiket kapal ferry dan menunjukkan kapal mana yang harus kami naiki. Biaya trip sebesar Rp 350.000,- kami alokasikan Rp 55.000,- untuk membayar tiket kapal ferry, sedangkan sisanya kami berikan kepada pemandu di Pulau Harapan nanti. Oh oke, jadi sepanjang perjalanan di kapal ferry kami cuma berdua nih? Baiklah... 😅

Dipaksa pose model ala-ala 😅
Kapal ferry-nya cukup besar terdiri dari dua tingkat, daya tampungnya mungkin sekitar 200an orang kali ya? Di tingkat bawah ada deretan kursi plastik seperti di kopaja, sedangkan di tingkat atas hanya ruang lapang di mana penumpang bisa duduk lesehan. Di perjalanan menuju Pulau Harapan, kami duduk di tingkat atas supaya bisa lebih menikmati pemandangan karena tingkat bawah jendelanya kecil jadi view-nya sangat terbatas. Waktu kapal baru berangkat sih energi kami masih penuh, kami bahkan sempat duduk-duduk di geladak kapal, bersandar di pagar dan menikmati ombak. Tapi kalau punya perut lemah, jangan coba-coba ngelakuin ini terlalu lama ya, soalnya hentakan kapalnya berasa banget. 😅 Hindari juga terlalu lama ngeliatin permukaan laut yang naik turun, itu justru bisa memicu rasa mual. Belakangan kami menyesali keputusan memilih tempat di tingkat atas karena duduk lesehan dengan ombak yang cukup tinggi ternyata nggak enak.  Beruntung kami masih dapat space dekat jendela jadi bisa bersandar meskipun punggung sakit kena dinding kayu. Penumpang lain yang lebih beruntung masih dapat space lega untuk tiduran, iya bener-bener tiduran. 😅 Sedangkan di perjalanan pulang kami lebih memilih duduk di bawah karena udah tau nggak enaknya bersandar di dinding kayu.

Perjalanan memakan waktu hampir 3 jam, kami berangkat pukul 08.00 WIB dan merapat di dermaga Pulau Harapan sekitar pukul 11.00 WIB. Sampai di sana, lagi-lagi kami disambut oleh seorang pemandu yang mengantar kami ke homestay, cukup dengan menyebutkan kami dari kelompok open trip Indoribu. Lagi-lagi ekspektasi saya kami akan diantar ke homestay yang berisi puluhan peserta open trip, dan kami harus tidur berjejalan kayak di barak pengungsi. Nyatanya? Sampai di sana cuma ada satu keluarga yang terdiri dari tiga orang, homestay-nya kecil dan hanya ada dua kamar. Saya dan waktu itu sih masih jadi teman jalan saya pun langsung berpandangan awkward. Kita ngga bakal tidur sekamar kan? Seriously? Kalau Bapake tau saya bisa diseret pulang saat itu juga. Hahaha... 😂

Kapal yang mengantar kami berkeliling pulau.
Syukurlah ternyata nggak lama datang lagi sepasang mbak-mbak dan mas-mas yang mengaku dari Cianjur. Kami pun sepakat membagi kamar berdasarkan gender dengan komposisi 3 cewek 4 cowok. Well, 3 cowok dan satu anak kecil sih sebenernya. 😂 Ternyata, nggak semua peserta berasal dari open trip Indoribu, ada juga peserta dari open trip lain yang kebetulan aja kerjasama dengan pemandu yang sama. Karena sudah jam makan siang, sesampainya di homestay kami pun langsung menikmati santap siang yang sudah tersedia. Menunya sederhana, tapi rasanya enak kayak masakan rumah, dan porsinya banyak. Sekitar pukul 12.30 WIB kami kembali dijemput oleh pemandu untuk mulai snorkeling dan island hopping. Yeaay!

Kami diantar ke kapal kecil bermuatan sekitar 20 orang, kami kembali digabung dengan peserta open trip dari kelompok lain, tapi punya pemandu yang sama. Ooh, jadi begini ya manajemennya? Oke juga sih. Sesuai jadwal, kami diajak berkeliling ke Pulau Macan Gundul, Pulau Gosong Perak, Pulau Perak, dan Pulau Kayu Genteng untuk di hari pertama. Sejujurnya saya agak lupa urutannya pulau apa-apa aja. 😂 Saya cuma asyik jepret sana-sini dan sibuk membenahi kerudung yang mengsol kanan kiri. Berhubung kamera mirrorless sengaja saya tinggal di homestay, dokumentasi foto selama di pulau pun saya cuma pakai kamera HP. Teman jalan saya saat itu yang inisiatif bawa kamera + tripod supaya nggak ribet bawa dua kamera segala.

Dokumentasi bawah air dari pemandu open trip kami.
Lucunya, teman jalan saya lupa bawa action camera miliknya, padahal dia ingat betul baterainya sudah di-charge sampai penuh, tapi yang dia bawa cuma kamera mirrorless-nya aja. Saya sih biasa aja karena nggak segitunya kepengen punya foto underwater, tapi malah dia yang kesal setengah mati. 😂 Beruntung, pemandu kami memastikan semua peserta kebagian dokumentasi selama snorkeling tanpa terkecuali, baik di dalam air maupun pas lagi di kapal. Jadilah kami punya foto berdua pas lagi snorkeling, horeeee! 😆 Iya, di foto ini memang kelihatannya mesra banget lagi di dalam air aja masih pegangan tangan. 🙈 Ini gara-gara ke-sotoy-an saya juga sih yang awalnya sok bisa dan sok mau berenang sendiri asalkan pakai pelampung. Padahal sebenernya saya nggak bisa berenang dan cenderung gampang panik kalau lagi di dalam air. Berkali-kali kaki saya keram dan saya terbatuk-batuk kemasukan air. Gara-gara itu, akhirnya saya nggak dibolehin berenang sendiri, dan jadilah kami berenang ke mana-mana kayak kembar siam nempel terus. 😂

Perjalanan kami dari pulau ke pulau berakhir sekitar pukul 17.00 WIB. Tapi begitu sampai di Pulau Harapan kami nggak langsung kembali ke homestay melainkan langsung menuju spot untuk berburu sunset. Sayangnya, hari itu langit di sana lagi mendung (untungnya nggak sampai hujan 😣), jadi mataharinya ketutupan awan. Kami cuma kebagian sisa-sisa semburat kekuningan matahari senja. Tapi ternyata lumayan juga buat foto-foto siluet, hehehe... Dengan bermodalkan tripod dan aplikasi remote dari HP, terciptalah foto ala-ala kayak gini. 🙈 Hihiy! 😝

Foto siluet di tempat yang (harusnya sih) jadi spot foto matahari senja. 😞

Keesokan harinya, sebelum melanjutkan perjalanan ke dua pulau terakhir yaitu Pulau Bira dan Pulau Bulat, kami bangun pagi-pagi sekali lalu menyusuri bibir pantai untuk berburu matahari terbit. Kali ini, saya bawa kamera sendiri jadi bisa pamer hasil foto di sana, hihi... Iya, kami berdua memang sama-sama photography enthusiast. Jadi ke mana pun kami pergi, kalau sekiranya banyak objek foto yang menarik, kami pasti nggak pernah ketinggalan membawa kamera kesayangan. Teman jalan saya semangat sekali ingin menjajal filter yang baru dibelinya. Filter ini yang membuat hasil foto landscape jadi makin cihuy.

Meski tanpa tripod dan tanpa filter, ternyata lumayan juga. 🙈

Sekitar pukul 07.00 WIB, kami kembali ke homestay untuk mandi, sarapan, dan siap-siap packing untuk perjalanan pulang, supaya sekembalinya kami dari Pulau Bulat kami nggak perlu repot-repot packing lagi. Karena di hari kedua ini pulau tujuannya nggak terlalu banyak, kali ini saya nggak kehilangan arah kok, hehe... Kedua pulau ini sama-sama nggak berpenghuni, tapi yang kondisinya lumayan parah adalah Pulau Bulat. Dermaga yang kami lewati kayu-kayunya sudah lapuk dan bolong di sana-sini. Di sepanjang bibir pantai banyak bekas cottage tak berpenghuni yang sudah mulai rusak bangunannya. Sepertinya, pulau ini pernah ada di masa jayanya sebelum hancur diterjang abrasi air laut. Sayang banget sih ngeliatnya, dan jadi agak spooky juga hawanya karena model cottage itu mirip kayak rumah tua di film-film horror. 😂 Mohon maaf saya nggak mendokumentasikan puing-puing cottage itu karena saya penakut, ngeri aja kalau tiba-tiba ada penampakan apaaa gitu yang ngikut di dalam foto saya. 🙈 Jadi saya cuma foto-foto di sekitar dermaga dan bibir pantainya aja. 😂

Hayooo, siapa yang masih suka buang sampah sembarangan? 😠

Serasa punya fotografer pribadi. 🙈

Sekitar pukul 11.00 WIB kami kembali merapat di dermaga Pulau Harapan, dan bersamaan dengan itu, berakhir pula trip kami. Saatnya kembali ke ibukota dan kembali menghadapi ruwetnya hari Senin. 😂 Sejujurnya, open trip bersama Indoribu ini jauh di luar ekspektasi saya. Entahlah mungkin karena pengalaman open trip saya yang pertama nggak terlalu menyenangkan, jadi saya nggak mengharapkan sesuatu yang berlebihan di trip kali ini. Sisi positifnya, saya jadi super happy dan super puas sama pelayanan dari Indoribu. Dengan budget yang murah banget, paling murah di antara open trip yang lain, sudah dapat fasilitas yang lumayan, makanan enak, dan yang pasti homestay ber-AC dan nggak perlu tidur dempet-dempetan kayak ikan cue. 😂


Sendirian aja, Neng? 😂

Ditambah lagi, kami juga beruntung dapat teman homestay yang menyenangkan. Hihihi... Ketika waktu makan tiba kami makan bersama dan setelahnya langsung merapikan alat makan, jadi homestay-nya tetap bersih dan rapi. Saat di kamar pun barang bawaan kami nggak saling tumpang tindih atau berserakan ke mana-mana, jadi nggak ada istilah barang tertukar. Saya paling kesal kalau dapat teman sekamar yang jorok, berantakan, dan cuek banget sama peserta lain. Kebetulan juga kita semua sama-sama berasal dari tanah Pasundan makanya sepanjang trip celetukan-celetukan khas Sunda ramai terdengar. Hihihi...


Peserta satu homestay dan satu kapal kami selama trip di Pulau Harapan.

Well, segitu aja kayaknya cerita open trip kami ke Pulau Harapan. Saya sih sangat merekomendasikan Indoribu buat yang mau jalan-jalan murah, nggak perlu pergi jauh-jauh, dengan fasilitas yang lumayan enak dengan harga segitu. Layanan pelanggannya juga sangat responsif menjawab pertanyaan saya, selama nanyanya masih di jam kerja mereka yaa... Termasuk ketika saya harus membatalkan perjalanan teman saya yang sudah terlanjur bayar DP. Tadinya saya pikir DP ini bakal hangus, namun ternyata DP-nya malah diakumulasikan ke sisa pembayaran kami. Padahal saya baru kasih info ini H-1 sebelum tanggal keberangkatan. 😂 #terharu


"It doesn't matter where you're going; it's who you have beside you."
Share: