Another DIY Projects: Pre Wedding Photoshoot


Lets be real, foto pre wedding itu sebenarnya penting nggak penting sih. Well, malah bisa dibilang masuk ke dalam kebutuhan tersier; kalau memang ada budget berlebih ya monggo dilakukan, kalau nggak dilakukan pun nggak akan berpengaruh apa-apa terhadap berlangsungnya pernikahan. Sebetulnya, setahu saya asal muasal orang-orang mulai melakukan foto pre wedding karena di luar negeri seringkali dalam satu gedung yang sama dilangsungkan beberapa pesta pernikahan. Supaya tamu-tamu yang datang nggak salah masuk hall, maka diletakkanlah foto pasangan yang menikah di pintu masuk. Tren ini lantas terus menyebar dan akhirnya ikut diadaptasi di Indonesia, walaupun sebenarnya kita udah punya janur kuning sebagai penanda. 😂 Tapi sebagai generasi milenial, rasanya nggak lengkap kalau kami nggak punya koleksi foto pre wedding. 🙈

Berhubung kami berdua sama-sama photography enthusiast; kami juga punya kamera yang mumpuni, dilengkapi lensa yang lumayan, dan juga dipersenjatai oleh tripod; bikin foto pre wedding sendiri sebenarnya cuma masalah mau atau enggak aja. 😅 Semakin dekat hari H, semakin kami disibukkan oleh perintilan yang tadinya nggak kelihatan tapi baru ketahuan sekarang. Jujur aja saya udah sempat bodo amat kalau pun nggak ada foto pre wedding. Sudahlah, kita punya waktu seumur hidup untuk membuat rekam jejak bukan? Tapi setelah berdiskusi dengan pasangan saya, kami memutuskan nggak ada salahnya kok bikin foto pre wedding. Alatnya ada, skill juga ada, waktu juga masih cukup leluasa, lantas mau beralasan apa lagi?

Fotografer + calon penganten 😂
Jadi, hari Minggu setelah libur lebaran kami menyempatkan pergi ke komplek Gelora Bung Karno. Rencana awal, kami mau melakukan pemotretan di area car free day. Ceritanya sih mau bikin foto ala-ala slow speed gitu, cuma ternyata crowd-nya kurang asyik dan lagi banyak dinding seng serta galian di beberapa titik. Jalanannya jadi nggak secantik yang kami harapkan. Akhirnya kami masuk ke dalam komplek GBK yang relatif lebih sepi. Kami membawa dua set pakaian, baju pertama yang kami pakai adalah kemeja/blus putih dan celana cream. Pasangan saya membawa kamera Sony Alpha 6000 + lensa 35 mm F1.8 serta tripod Fotopro (yang kami beli patungan waktu belum pacaran 😂), sedangkan saya membawa kamera Olympus Pen E-PL7 + lensa M.Zuiko 40-150 mm F4.0-5.6. Beban barang bawaan yang lumayan berat, jalan kaki dari stasiun ke dalam komplek GBK yang lumayan jauh, dan matahari yang lagi cantik-cantiknya, membuat kami berdua keburu matang sebelum sesi foto dimulai. 😂 Saya udah mengantisipasi hal ini, jadi saya pun mempersenjatai diri dengan alat make up lengkap + kertas minyak. Dalam sekejap, wajah kami berdua yang lusuh pun jadi ON lagi. 😂 Spot foto pertama kami sebetulnya cuma lahan parkir kosong yang dipenuhi pepohonan dengan daun yang mulai menguning. Suasananya sepiii banget cuma tampak beberapa petugas kebersihan atau pengunjung GBK yang sedang lari pagi.

Sejak awal, saya udah punya bayangan konsep pre wedding yang saya inginkan: casually natural. Kami nggak suka foto yang menggunakan kostum heboh, properti yang ribet, apalagi gaya yang kelihatan banget dibuat-buatnya. Susah nggak buat bikin foto kayak gitu? Nggak susah kalau ada fotografernya, tapi agak tricky kalau cuma bermodalkan tripod. Saya sendiri selama ini kalau memotret pre wedding biasanya hanya mengarahkan si calon pengantin untuk mengobrol sambil bercanda, dan nggak lupa untuk mengumbar senyum. Saya senang merekam ekspresi bahagia yang tampak alami. Itu sebabnya untuk foto pre wedding saya sendiri pun, saya menginginkan konsep yang seperti itu.

Kalau disuruh milih lebih baik jadi model atau jadi fotografer? Kami akan dengan cepat milih jadi fotografer aja. Asli ya, jadi model itu melelahkan. 😂 Belum lagi harus membangun mood dan mendapatkan ekspresi serta angle yang kami inginkan. Poin plus dari memotret dengan tripod adalah, kami nggak perlu merasa canggung bergaya di depan orang lain, karena yang terlibat hanya saya dan pasangan. Kami berdua udah sama-sama tau lah gimana meluweskan satu sama lain. Tantangan terbesarnya justru dari faktor-faktor eksternal. Ketika kami udah mendapatkan sudut pengambilan gambar yang pas, ada ada saja masalah yang muncul. Entah autofokus yang berubah-ubah seenaknya, perubahan sudut matahari yang tiba-tiba jatuh tepat di wajah kami, aplikasi remote kamera yang mendadak hang, atau tiba-tiba muncul orang lain yang lagi jalan di belakang kami. 😂
Setelah berhasil mendapatkan foto yang lumayan di spot pertama, kami pun pindah tempat ke jajaran trotoar di dekat Jakarta Convention Center. Kami ingat beberapa bulan lalu saat mendatangi wedding expo, kami sempat foto-foto di jalanan tersebut. Suasananya sepi, pohonnya rindang, jalanan yang panjang dan luas, buat kami lokasi seperti itu sudah lebih dari cukup. Sayangnya, begitu sampai di lokasi yang kami inginkan, ternyata jalanan yang dulu ditutup sekarang sudah dibuka. Di trotoar lebar yang kami incar, sudah lebih dulu ada penjual minuman yang mangkal. Sedangkan pepohonan rimbun yang kami taksir, ternyata sebagian sudah ditebang jadi nggak serimbun sebelumnya. Huffft.... 😞 Untungnya pasangan saya nggak kehabisan akal. Setelah beberapa kali trial & error, kami bisa menemukan sudut pengambilan gambar yang pas dan meminimalisir kebocoran. 😅 Sayangnya, baru juga dapat beberapa foto yang bagus, tiba-tiba kami dihampiri oleh petugas berseragam yang menanyakan maksud dan tujuan kami foto-foto di situ. Meski sudah dijelaskan bahwa kami foto hanya untuk keperluan pre wedding dan bukan untuk komersil, si petugas tetap meminta kami untuk mengurus perizinan jika memang ingin dilanjutkan. Hmmm, baiklah.... 💆

Akhirnya kami menyudahi sesi pemotretan hari itu dan mengemasi barang-barang. Saya juga baru tau sih kalau untuk memotret di dalam komplek GBK dengan menggunakan kamera semi profesional ternyata harus minta izin terlebih dahulu. Tadinya kami pikir petugas itu menegur kami karena kami menggunakan kamera dan tripod jadi tampak mencolok. Tapi ternyata di depan mesjid pun kami melihat ada rombongan anak muda yang lagi foto-foto santai pakai kamera Fuji meskipun tanpa tripod, tetap kena tegur. Padahal dipikir-pikir, kamera ponsel sekarang pun sudah lumayan bagus lho, bahkan kualitasnya hampir setara dengan kamera mirrorless atau DSLR. Entahlah, mungkin memang sudah peraturan dari sananya seperti itu. 😅
It's both challenging and fun in the same time. Menurut saya, sesi foto pre wedding kayak gini fungsinya buat jadi intermezzo di tengah persiapan menuju hari H yang melelahkan baik fisik maupun psikis. Jarang-jarang 'kan bisa bikin foto berdua yang bagus dan niat banget sama pasangan? 😅 Jangankan yang nggak punya kamera, kami berdua yang sama-sama punya kamera dan bisa motret aja nggak setiap saat bisa punya foto berdua yang bagus. Lebih seringnya kami motret orang lain atau motret satu sama lain tapi cuma sendiri-sendiri.

Foto-foto yang saya pajang di sini cuma sneak peek dari foto keseluruhan makanya di-crop secukupnya aja. 😅 Referensi foto pre wedding bisa didapatkan dari banyak sumber, kalau saya sendiri sih rajin buka Instagram dan Pinterest aja. Semoga tulisan saya ini bisa jadi masukan buat teman-teman yang juga lagi mempersiapkan pernikahan.[]
Share:

Pemeriksaan TORCH Sebelum Menikah, Pentingkah?


Sumber Ilustrasi: Freepik

"Jadi, persiapan nikahannya udah berapa persen, Ni?"

Hahaduh please jangan ditanya, sekarang lagi pusing-pusingnya dan masih super ketar-ketir. Insya Allah sih sekitar 70% urusan udah hampir rampung. Masih ada beberapa urusan yang tinggal diberesin, tinggal fitting, masih harus monitoring, briefing, dll. Well, biar saya nggak melulu mikirin perintilan nikah yang lain, kali ini mau bahas sedikit tentang TORCH. Mungkin istilah ini belum  banyak diketahui orang-orang. Tapi buat pemilik kucing seperti saya yang tiap hari bergumul sama makhluk-makhluk berbulu, istilah ini udah cukup lama saya kenal lewat artikel di beberapa blog yang saya baca.

Menurut Wikipedia, TORCH adalah istilah yang mengacu kepada infeksi yang disebabkan oleh Toksoplasma, Rubella, Cytomegalovirus (CMV) dan Herpes simplex virus II (HSV-II) pada wanita hamil. Infeksi TORCH ini sering menimbulkan berbagai masalah kesuburan (fertilitas) baik pada wanita maupun pria sehingga menyebabkan sulit terjadinya kehamilan ataupun terjadinya keguguguran dini. Beberapa kecacatan janin yang bisa timbul akibat TORCH yang menyerang wanita hamil antara lain kelainan pada saraf, mata, kelainan pada otak, paru-paru, mata, telinga, terganggunya fungsi motorik, hidrosepalus, dan lain sebagainya dengan tingkat kecacatan bawaan mencapai 15 persen dari yang terinfeksi. Kekurangan gizi dapat memperberat risiko infeksi perinatal.

Kok kayaknya serem sih? Tenang dulu... Sebenarnya, beberapa virus TORCH ini kalau bersemayam di tubuh orang dewasa yang sehat, nggak akan membawa dampak buruk. Bahkan sebagian besar orang nggak menyadari kalau di tubuhnya lagi ada virus-virus ini. Namun, lain lagi urusannya kalau orang dewasa yang mengidap virus tersebut adalah wanita yang sedang hamil, karena bisa membahayakan janin yang sedang dikandungnya. Lalu, siapa aja orang-orang yang berisiko terinfeksi virus TORCH? Pertama, perempuan yang doyan makan sayuran mentah seperti lalapan. Kedua, perempuan yang doyan makan daging-dagingan yang tidak dimasak sempurna. Ketiga, perempuan yang memelihara hewan peliharaan namun kurang memperhatikan kebersihannya.

Saat ini saya punya 4 kucing (tadinya 5 tapi yang satu udah mati). Tiga kucing di antaranya adalah pejantan yang kalau main lebih sering di luar rumah dan biasanya agak brutal. Satu lagi kucing betina yang nggak pernah keluar rumah sama sekali. Selama ini saya juga yang bertanggung jawab membersihkan kotoran mereka di bak pasir. Jadi saya udah kelewat sering kontak langsung sama kotoran hewan. Jelas dong saya khawatir di dalam tubuh saya terdapat virus-virus TORCH ini.

Nah, saya pun mulai survei informasi seputar pemeriksaan TORCH, paling banyak referensi yang saya dapatkan adalah pemeriksaan di Laboratorium Klinik Prodia yang harganya, aduh... mending buat beli suvenir undangan deh. #KRAY 😢😂 Kalau mau tau perkiraan biaya pemeriksaan TORCH di beberapa laboratorium, bisa cek di Pesanlab, sebuah platform online yang melayani order pemeriksaan laboratorium dan medical checkup. Saya belum pernah coba pesan lewat sini sih, tapi ada salah satu blogger yang menggunakan jasa Pesanlab dan sepertinya memang terpercaya. Berikut ini saya lampirkan daftar laboratorium klinik yang bekerja sama dengan Pesanlab beserta alamat dan biaya pemeriksaannya. Disclaimer: biaya pemeriksaan mungkin bisa lebih rendah atau lebih tinggi jika mengontak langsung ke laboratoriumnya (bukan melalui Pesanlab).


No.
Laboratorium Klinik
Alamat
Biaya Pemeriksaan TORCH
1.
Prodia
Prodia Cideng, Jl. Cideng Barat No. 36 A, Jakarta Pusat
Rp 3.179.000,-
Prodia Kramat, Jl. Kramat Raya No. 150, Prodia Tower Lt. 1-3, Jakarta Pusat
Prodia Arteri, Arteri Pondok Indah, Jl. Sultan Iskandar Muda No. 31 C , Jakarta Selatan
Prodia Bona Indah, Ruko Bona Indah Plaza A2/ Kav. C7, Jakarta Selatan
Prodia Kampung Melayu, Jl. K. H. Abdullah Syafei No. 25, Jakarta Selatan
Prodia Kebayoran, Jl. Gunawarman No. 77, Jakarta Selatan
Prodia Ps. Minggu, Jalan Raya Pasar Minggu No. 98 E, Jakarta Selatan
Prodia Kedoya, Perkantoran Tomang Tol Raya Blok A II/22, Jakarta Barat
Prodia Puri Indah, Komplek Sentra Niaga Puri Indah Blok T6/28, Jakarta Barat
Prodia Kelapa Gading, Jl. Boulevar Raya Blok H4 No. 15, Jakarta Utara
Prodia Pantai Indah Kapuk, Rukan Gold Coast Blok B2-3, Jakarta Utara
Prodia Pluit, Ruko Sentra Bisnis Blok A/6, Jakarta Utara
Prodia Sunter, Jl. Danau Sunter Utara Blok C1 No. 14, Jakarta Utara
Prodia Cibubur, Jl. Alternatif Cileungsi - Cibubur No. 8D, Jakarta Timur
Prodia Bogor, Jalan Jend. Sudirman No. 38 B, Bogor
Prodia Depok, Ruko Pesona Khayangan No. 9, Jalan Margonda Raya No. 45, Depok
Prodia Bekasi, Jalan K.H. Noer Ali No. 90, Kalimalang, Bekasi Selatan, Bekasi
Prodia Bintaro, Ruko Kebayoran Arcade 2 Blok B.3 No.33-35, Tangerang Selatan
Prodia BSD, Jalan Letnan Sutopo, Ruko Golden Madrid, Blok B No. 1-2, Tangerang Selatan
Prodia Gading Serpong, Jalan Raya Boulevard Gading Serpong Blok M5 No. 63 & 65, Tangerang Selatan
Prodia Tangerang, Sutera Niaga I No. 21, Ruko Alam Sutera, Serpong, Tangerang
2.
Gunung Sahari
Gunung Sahari, Jl. Gunung Sahari Raya 51 A3, Jakarta Pusat
Rp 2.455.000,-
Gunung Sahari Ruko Citra Garden, Ruko Citra Garden II, Blok I5.3 Daan Mogot, Jakarta Barat
Gunung Sahari Gading, Jl. Klp. Gading Boulevard, Blok FV 1 No.18, Jakarta Utara
Gunung Sahari Tole Iskandar, Jl. Tole Iskandar 9A, Depok
3.
Primadia
Primadia Percetakan Negara, Jl. Percetakan Negara II No. 21-22, Jakarta Pusat
Rp 3.290.000,-
Primadia Utan Kayu, Jl. Utan Kayu Raya No. 109b, Jakarta Timur
4.
Biotest
Biotest Menteng, Jl. Sumatra No. 48 Menteng, Jakarta Pusat
Rp 2.990.000,-
Biotest Wijaya, Jl Wijaya I No. 58 Petogogan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan
Biotest Pluit, Biotest Jalan Pluit Sakti No.25 Pluit, Jakarta Utara
5.
Kimia Farma
Kimia Farma Cikini, Jl. Cikini Raya No. 2, Menteng Huis, Jakarta Pusat
Rp 3.060.000,-
Kimia Farma Kebayoran, Jl. Kebayoran Lama No. 50 Jakarta Selatan, Jakarta Selatan
Kimia Farma Cibubur, l. Alternatif Cibubur, Ruko City Walk III Blok CW I-II Citra Gran Cibubur, Jakarta Timur
Kimia Farma Duren Sawit, Jl. Duren Sawit Raya No. 29 Jakarta Timur
Kimia Farma Bogor Juanda, Jl. Ir. H. Juanda No. 30, Bogor
Kimia Farma Depok, Jl. Sentosa Raya No. 11, Sukmajaya, Depok
6.
Pathlab
Pathlab Muara Karang, Jalan Raya Muara Karang No. 141 Blok A-7 Utara Kav. 30, Jakarta Utara
Rp 3.290.000,-
PathLab Sunter, Jalan Griya Utama Blok A No 42 Sunter Jaya, Jl. Griya Utama Blok A No.92, Sunter Agung, Tj. Priok, Jakarta Utara
Pathlab Gading, Boulevard Raya Blok TT No. 20, Jakarta Utara


Tenang dulu, jangan buru-buru panik lantaran melihat biaya pemeriksaan yang harganya jutaan semua. 😂 Saya juga awalnya panik sih, tapi saya nggak berhenti melakukan riset hingga akhirnya saya tahu kalau di RSUD Pasar Rebo juga melayani pemeriksaan TORCH dengan biaya yang murah banget. Saya dapat informasinya dari blog Kiki Erviani, yang bersangkutan melakukan pemeriksaan TORCH di RSUD Pasar Rebo pada tahun 2017 dengan biaya Rp 800.000,- saja! 😱😱😱 Kenapa kok bisa murah banget dibanding sama laboratorium klinik swasta? Kalau saya baca di forum ibu-ibu sih, jangan khawatir dengan akurasi hasilnya, karena mau murah atau pun mahal, prosedur serta alat-alat yang digunakan untuk pemeriksaan TORCH itu sama aja. Yang membedakan ya fasilitas gedung, pelayanan ekstra, dan faktor-faktor lain di luar prosedur standar. Selain RSUD Pasar Rebo, RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo juga melayani pemeriksaan TORCH, cuma saya belum nemu blog yang menginformasikan biaya pemeriksaan di sana. Ada juga informasi dari blog Noni Rosliyani yang melakukan pemeriksaan TORCH pada tahun 2017 di Balai Laboratorium Kesehatan Yogyakarta dengan biaya sekitar Rp 1.200.000,-, mungkin sekarang sudah naik. Ada yang mau menambahkan informasi biaya pemeriksaan TORCH di rumah sakit atau laboratorium yang lain? Monggo tinggalkan jejak di kolom komentar ya... 😊

Jadi, kapan saya mau melakukan pemeriksaan TORCH? Mungkin nanti beberapa minggu sebelum menikah. Yang penting saya udah mengantongi berbagai informasi yang saya butuhkan untuk pemeriksaan TORCH ini. Deg-degan nggak? Pastinya. Tapi buat saya lebih baik berjaga-jaga daripada menyesal di kemudian hari. Karena biaya serta beban moril yang harus ditanggung akan jauh lebih besar kalau (amit-amit ya Allah) sampai saya hamil dalam keadaan tubuh saya sedang terinfeksi virus TORCH. 😢 So, buat para bride-to-be yang juga lagi mempersiapkan pernikahan, nggak ada salahnya kok melakukan pemeriksaan kesehatan seperti ini sebelum menikah. 😉
Share: