Somewhere only we know. |
Sejujurnya, saya tipe perempuan yang gampang-gampang susah cari pasangan. Karena apa? Saya cenderung cepat ilfeel kalau menemukan sesuatu yang nggak sreg dalam diri seorang pria. Entah berapa nama yang saya coret dari daftar kandidat hanya karena alasan super konyol.
"Aduh, ibunya kayaknya galak deh, nggak mau ah..."
"Masa dia jalan sama cewek pake sepatu butut yang udah bolong sih?! Rapian dikit kek!"
"Padahal dia bawa motor, dia yang ngajakin jalan, tapi pulangnya nggak dianterin. HIH!"
"Masa dia kira 1 mil itu sama dengan 1000 kilometer?! Seriously?"
"Masa dia kira WTF itu kepanjangan dari whatever?! WTF, dude?!"
Dan masih banyak lagi alasan konyol yang bikin saya ilfeel dan mundur seribu langkah. Sahabat saya sampai khatam kalau saya tiba-tiba hilang minat pada seseorang hanya dalam hitungan hari. Saya bukan tipe perempuan yang mudah dekat dengan laki-laki. Pergi kencan dengan laki-laki yang belum jadi pacar pun bisa dihitung jari. Pengalaman pacaran saya pun nggak bisa dibilang banyak juga. Hehe...
Tapi ketika ada laki-laki yang bahkan di pertemuan pertama sempat-sempatnya memenuhi panggilan alam di stasiun dan membuat saya menunggu, anehnya, saya nggak ilfeel. Mungkin, karena permohonan maafnya yang jujur bikin saya nggak tega mau marah. Lagipula, kayak saya sendiri nggak pernah punya masalah sama pencernaan aja. Mungkin, karena hal pertama yang dia katakan setelah kami naik kereta adalah: "Kamu mau minum?" Meskipun tawarannya saya tolak secara halus karena masih canggung. Mungkin, karena dia nggak pernah kehabisan cerita lucu untuk bikin saya tertawa lepas. Mungkin, karena setiap kali dia khawatir saya tersinggung, dia langsung minta maaf saat itu juga dan memastikan saya nggak bete. Mungkin, karena di sepanjang perjalanan itu dia terus menerus mendahulukan kenyamanan saya ketimbang dirinya sendiri. Mungkin, karena setiap ada kesempatan, dia memotret saya diam-diam lalu tertawa geli melihat ekspresi saya yang aneh-aneh. Mungkin, karena segala hal yang berkaitan dengan aneh-anehnya saya, di mata dia justru kelihatan menarik. Mungkin, karena dia berhasil menularkan semangatnya kepada saya untuk terus belajar dan mencoba hal-hal baru. Mungkin, karena ketika saya dilanda kepanikan melihat kamera kesayangan saya mati, dia bisa tetap tenang memikirkan solusinya. Mungkin, karena ketika saya bilang saya sedang sedih dan ingin cerita, dia langsung mengosongkan agendanya malam itu juga untuk menghampiri saya tanpa diminta. Mungkin, karena ketika saya bilang mau pergi ke dokter sendirian, dia langsung ambil cuti dadakan untuk menemani saya ke dokter tanpa diminta. Mungkin, karena setelah saya beranikan diri untuk membuka satu per satu sudut tergelap dalam hidup saya, dia memutuskan tidak akan pergi. Mungkin, karena dengan segala keterbatasan saya, di matanya saya adalah perempuan kuat. Mungkin, karena dia menawarkan telinga untuk mendengarkan keluh kesah saya, dan pundak yang kokoh untuk sesekali bersandar ketika saya lelah. Dia tahu betul, menjadi anak pertama dalam keluarga itu bukan perkara mudah.
Baru saya sadari, ternyata ada begitu banyak alasan kenapa laki-laki ini bisa jadi pengecualian dari kebiasaan saya yang gampang ilfeel. :)
0 comments:
Post a Comment