“Coy, mau job nggak?”
Salah seorang kawan lama saya semasa kuliah tiba-tiba
menghubungi dengan kalimat pembuka seperti itu. Saya pun langsung berbinar dan
menanyakan maksudnya. Ternyata, sahabatnya ada yang akan melangsungkan lamaran
dan sedang mencari fotografer untuk mendokumentasikan jalannya acara tersebut.
Sempat terbersit keraguan dalam diri saya, apakah saya mampu? Apalagi ini
project komersil saya yang pertama. Sebelumnya saya memang pernah
mendokumentasikan lamaran sahabat saya, demikian juga dengan pre wedding-nya, namun
karena ia sahabat saya, tentu saja saya nggak mau dibayar sepeser pun. Anggap
saja itu kado pernikahan dari saya. Nah, kalau klien yang benar-benar baru saya
kenal, gimana nih?
Sambil komat-kamit meyakinkan diri, saya pun menerima
tawaran pekerjaan tersebut. Masih ada
waktu sekitar 3 bulan sampai acara berlangsung, jadi saya masih sempat mempersiapkan referensi foto dan gear tambahan yang mungkin dibutuhkan, dan pastinya latihan terus untuk upgrade skill dong. Dari awal
saya udah tau harus bisa multitasking menggunakan 2 kamera sekaligus. Saya
berencana meminjam kamera teman saya untuk mengerjakan project tersebut. Saya
juga membeli satu lensa fix dengan panjang focal 20mm. Bukan pilihan yang bijak
sebetulnya, tapi sudahlah. Hahaha… 😅
Singkat cerita, sekitar bulan November 2017 saya dekat
dengan sesama photography enthusiast yang ternyata pada akhirnya jadi pasangan
saya. Semula saya nggak cerita kalau saya punya project lamaran ini. Saya baru
cerita setelah kami resmi pacaran (cieee) dan dia pun menawarkan diri untuk
ikut membantu saya mengerjakan project ini. “Aku takut kamu baper nanti kalau
datang ke acara lamaran orang sendirian.” Duileeeeh… Hahahaha… 😂
Pada hari H, kami datang dengan membawa semua perlengkapan yang
kami punya; tripod, kamera mirrorless Sony A6000 + lensa 35mm (punya dia),
kamera mirrorless Olympus Pen EPL7 + lensa 20mm & lensa zoom 40-150 mm
(punya saya), kamera mirrorless Fujifilm X-A3 (punya teman kami). Bisa dibilang
ala kadarnya banget sih memang kalau dibanding fotografer profesional. Kami juga
cuma pakai flash bawaan, bukan flash external. Dengan segala keterbatasan alat,
kami memulai hari itu dengan optimis.
Nyatanya?
Hahahaha….
Kami menutup hari dengan wajah sendu. Ternyata memotret
acara lamaran banyak sekali tantangannya, sekalipun dikerjakan berdua. Acaranya
digelar di sebuah kafe di Bogor. Tapi ternyata pencahayaan di ruang make up, di
ruang prosesi lamaran, dan di ruang balkon untuk sesi foto beda bangeeeet….
Kami harus putar otak menyiasati kejomplangan cahaya di tiga tempat itu. Belum
lagi keterbatasan ruang gerak yang bikin kami nggak leluasa berpindah tempat
dengan gesit. Belum lagi tamu lain non fotografer yang seenak jidat berdiri di
depan lensa kami karena ingin jadi yang terdepan merekam prosesi tukar cincin.
Zzzzzzzz…. Intinya, pekerjaan hari itu jauh lebih menguras emosi ketimbang
lelah secara fisik.
Usai acara inti, pekerjaan kami belum selesai. Saya masih
harus menyortir hasil foto dan mencetaknya untuk disusun di dalam album.
Rencana semula saya mau cetak biasa dengan ukuran yang bervariasi dari 2R, 3R,
4R, sampai 5R. Kami menyatukan hasil foto pilihan kami dan saya mencetaknya di
studio foto langganan saya. Apakah semua berjalan lancar? Oh, tentu tidak. 😂
Begitu hasil cetaknya keluar, ternyata hasilnya jauh dari ekspektasi
kami, well, ekspektasi pacar saya sih. Hehehe… Menurutnya hasil foto yang
keluar terlalu tinggi saturasi dan kontrasnya, jadi kurang natural. Selain itu potongan per fotonya pun nggak rapi karena ada garis putih di salah satu tepiannya. Belum lagi
ternyata album yang saya beli terlalu besar dan jumlah foto yang dicetak nggak
mencukupi untuk memenuhi seluruh album. Dang! Saya langsung panik setengah
mati. Kami menjanjikan hasilnya akan selesai dalam waktu 2 minggu yang jatuh
pada tahun baru. Tapi melihat hasil yang keluar ternyata jauh dari ekspektasi,
ini sih niscaya bakal molor.
Saya pergi ke sana hari Rabu, 3 Januari 2018 pukul 5 sore.
Di sana saya disodori price list cetak album eksklusif. Sebenarnya ada banyak
pilihan ukuran dan variasi model, mulai dari yang box biasa, box kulit, sampai
packaging koper isi satu album dan dua album. Karena budget kami super mepet,
saya pun memilih ukuran yang paling kecil, 20 x 25 cm dengan packaging box
biasa. Prosesnya memakan waktu sekitar 1
minggu untuk editing foto sekaligus cetak album. Sebelum dicetak, pihak Foto Butik akan mengirimkan proof design melalui email. Saya nggak banyak request
soal desain karena saya cukup percaya dengan selera mereka. Saya cuma request
nuansa desainnya dibuat kombinasi warna silver dan pink agar senada dengan baju
sang calon pengantin wanita. Saya kembali mendatangi Foto Butik pada hari Rabu,
10 Januari 2018 sesuai janji untuk mengambil album yang sudah selesai. Over
all, kami cukup puas dengan hasilnya. :)
Setelah semua rangkaian pekerjaan selesai, yang tersisa
untuk kami tinggal evaluasi. Yang jelas, ada banyak hal yang masih harus kami
perbaiki. Mulai dari pembagian kerja di lapangan supaya semua prosesi
ter-cover, terus juga kesiapan kami dalam mengumpulkan referensi gaya supaya
nggak buntu, serta kesiapan perlengkapan perang apa aja yang harus kami bawa
sesuai dengan medannya. Dan masiiiih banyak lagi yang harus didiskusikan
bersama. Yang jelas, kami nggak akan berhenti belajar dan meningkatkan skill serta kualitas gear (kalau ada rejeki 😅) dan semoga kami bisa jadi tim yang lebih solid lagi dari sekarang! ❤
Bonus:
Biasanya saya posting hasil foto di portofolio online, tapi untuk kali ini saya unggah di sini juga deh. Foto diambil menggunakan kamera Olympus Pen E-PL7 dan Sony Alpha 6000. Enjoy! ❤
Bonus:
Biasanya saya posting hasil foto di portofolio online, tapi untuk kali ini saya unggah di sini juga deh. Foto diambil menggunakan kamera Olympus Pen E-PL7 dan Sony Alpha 6000. Enjoy! ❤
0 comments:
Post a Comment