Sebuah Awal Perjalanan


"Ani and Hendra found each other through their mutual friend. It was around the beginning of 2017 when both of them were just two people who were lonely and broken-hearted. However, their time has not yet to come. But love will always find a way. They believe that the good thing will come to those who wait for the right moment. After few months of contemplation, some flirtatious chat was exchanged back and forth over the Instagram direct message. They finally went out for the first time to photography competition that held in the northern Jakarta. After discovering a mutual love of photography, cats, and travel, the rest is history!"

Itu adalah sepenggal kisah yang saya tuliskan pada halaman undangan digital pernikahan kami. Versi singkat dari tulisan saya tentang bagaimana kami bertemu. 😊



Kadang saya masih nggak percaya, kalau saya sudah menyandang status sebagai istri seseorang. Banyak yang bilang, di awal-awal pernikahan rasanya sering kaget saat terbangun dan mendapati di sebelah kita ada orang lain. Apakah saya mengalaminya juga? Ternyata enggak tuh. 😂 Tapi momen terbangun sebelum pasangan saya bangun justru saya manfaatkan untuk bersyukur. Saya pandangi wajahnya dalam-dalam, sambil bergumam dalam hati, inilah orang yang saya pilih untuk menua bersama.

Untuk sampai di titik ini, banyak hal yang harus kami lalui. Sewajarnya orang-orang yang sedang mempersiapkan pernikahan, pasti ada aja drama di sana dan di sini, begitu pula kami. Tapi semua rasa lelah fisik dan mental itu terbayar ketika kami duduk di meja akad di hadapan para saksi dan penghulu, dinyatakan telah sah menjadi suami istri di mata agama maupun negara. Alhamdulillah.... :')

 

Akad nikah kami berlangsung pagi hari, di pelataran Wisma Endie yang sekaligus menjadi lokasi resepsi. Tanpa perlu mengundang banyak orang pun, pagi itu Wisma Endie sudah penuh oleh gabungan keluarga besar kami. Keluarga saya yang berlatar suku Jawa, dan keluarga pasangan yang berlatar suku Sunda, pada hari itu dipersatukan dalam adat nasional. Saya memakai kebaya model kutu baru dipadukan dengan kerudung sederhana, sedangkan pasangan memakai baju kurung Melayu dilengkapi peci hitam. Perpaduan yang nggak lazim? Iya banget. 😂 Tapi bagi kami semua sah sah aja selama rukun dan syarat nikah nggak diutak-atik. 😅

Kalau ditanya momen apa yang paling memorable dalam acara sekali seumur hidup itu selain momen ijab qabul, saya akan menjawab, momen ketika saya berjalan menuju meja akad dan saya lihat ayah saya menangis. Iya, menangis. Ayah saya yang kaku kayak kanebo kering. Ayah saya yang lurus banget kayak jalan tol. Ayah saya yang sangat keras dalam mendidik saya sejak kecil. Ayah saya yang jarang sekali menunjukkan emosinya. Sampai pada hari di mana putrinya akan menikah, semua bendungannya jebol. Saya berjalan sambil meremas kertas contekan dan kertas tisu kalau-kalau saya nggak bisa membendung air mata. :')


Sebenarnya saya sudah menyiapkan sendiri teks memohon izin minta dinikahkan, namun ternyata itu merupakan bagian dari tugas penghulu untuk membimbing saya mengucapkan permohonan izin. Kalau nggak ingat sama riasan wajah yang makan waktu berjam-jam, saya mungkin udah berderai air mata saat itu. Tapi dengan sedikit mengatur pernafasan, alhamdulillah saya bisa membendung air mata sepanjang prosesi akad nikah.

Saya, si anak perempuan manja yang kelihatannya galak dari luar padahal aslinya cengeng, sekarang udah nggak bisa lagi berlindung di balik ketiak ayah saya. Tanggung jawab atas diri saya, bukan lagi terletak di tangan beliau, melainkan di tangan suami saya.


Pesta pernikahan hanyalah sebuah momentum yang menandai dimulainya babak baru dalam kehidupan kami. Namun demikian, semua pasti ingin momen sehari seumur hidup itu berjalan dengan lancar dan bisa dinikmati oleh keluarga besar maupun para tamu yang datang. Acara resepsi yang digelar di luar ruangan, terus terang bikin kami semua ketar ketir, khawatir kalau sampai turun hujan pasti akan menimbulkan ketidaknyamanan. Tapi alhamdulillah pada hari itu cuacanya cerah dan matahari bersinar terang. 🌞


Akhir kata, saya ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang terlibat sehingga acara pernikahan kami berlangsung dengan lancar.

Venue: Wisma Endie
Decoration: Jimbonk Decoration
Makeup & attire: Essy Raghifa Wedding Service
Henna: Henna by Hanna
Documentation: Infinity Pictures
Catering: Leanda Lestari
Wedding ring: Sovia Jewelry Jakarta
Mahar decoration: Rustic Indonesia
Entertainment: D'Code Official
Invitation card: Wabeta Print
Wedding Organizer: Surprisingly, kami nggak pakai wedding organizer sama sekali. Semuanya diatur oleh keluarga besar layaknya profesional. 😅

Selamat menikmati cuplikan video pernikahan kami, semoga kebahagiaan ini bisa dirasakan oleh teman-teman semua. 😊

Share:

2 comments: